Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT.
Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi
fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran
menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Hal
ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari
bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun
tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan
secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat
membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor
binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan
bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini
ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi
pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam
hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita
yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.
Walaupun
manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di
dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan
yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya
yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua
yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari
Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di
langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah
menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar.
Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim:
33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar
di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang
menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa
nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang
telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat
memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara
yang mampu mereka lakukan. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan
suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal
yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang
dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada
pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Dengan
demikian, manusia adalah makhluk hidup. Di dalam diri manusia terdapat
apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya yang bersifat
khsusus. Dia berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan
dan berkembang biak, menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan
kekurangan dan membutuhkan yang lain sehingga berupaya untuk
memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang dan cinta,
rasa
kebapaan dan sebagai anak, sebagaimana dia memiliki rasa takut dan
aman, menyukai harta, menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan
rasa suka, merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa
perasaan-perasaan yang melahirkan rasa cinta. Hal itu juga telah
menciptakan dorongan dalam diri manusia untuk melakukan pemuasan rasa
cintanya itu dan memenuhi kebutuhannya sebagai akibat dari adanya
potensi kehidupan yang terdapat dalam dirinya. Oleh karena itu manusia
senantiasa berusaha mendapatkan apa yang sesuai dengan kebutuhannya,hal
ini juga dialami oleh para mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya saja,
manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya dalam hal kesempurnaan tata
cara untuk memperoleh benda-benda pemuas kebutuhannya dan juga tata
cara untuk memuaskan kebutuhannya tersebut. Makhluk hidup lain
melakukannya hanya berdasarkan naluri yang telah Allah ciptakan untuknya
sementara manusia melakukannya berdasarkan akal dan pikiran yang telah
Allah karuniakan kepadanya.
Dewasa
ini manusia, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah.
Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia
dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak
pertemuan antara spermatozoa dengan ovum.
Didalam
Al-Qur`an proses penciptaan manusia memang tidak dijelaskan secara
rinci, akan tetapi hakikat diciptakannya manusia menurut islam yakni
sebagai mahluk yang diperintahkan untuk menjaga dan mengelola bumi. Hal
ini tentu harus kita kaitkan dengan konsekuensi terhadap manusia yang
diberikan suatu kesempurnaan berupa akal dan pikiran yang tidak pernah
di miliki oleh mahluk-mahluk hidup yang lainnya. Manusia sebagai mahluk
yang telah diberikan kesempurnaan haruslah mampu menempatkan dirinya
sesuai dengan hakikat diciptakannya yakni sebagai penjaga atau pengelola
bumi yang dalam hal ini disebut dengan khalifah. Status manusia sebagai
khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30. Kata khalifah
berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah.
Namun
kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti,
yang biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah
Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin
maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah. Akan tetapi fungsi dari khalifah itu
sendiri sesuai dengan yang telah diuraikan diatas sangatlah luas, yakni
selain sebagai pemimpin manusia juga berfungsi sebagai penerus ajaran
agama yang telah dilakukan oleh para pendahulunya,selain itu khalifah
juga merupakan pemelihara ataupun penjaga bumi ini dari kerusakan.
Dari
uraian diatas dapat kita ambil bahwa manusia diciptakan atau berasal
dari tanah sebagaimana yang telah dilampirkan dalam Al-Qur`an dan selain
itu manusia sesuai dengan hakikatnya menurut islam adalah sebagai
pengelola atau penjaga bumi,selain itu manusia juga merupakan penerus
ajaran agama yang telah turun temurun dilaksanakan oleh para ulama
sebelum kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar